SEJARAH
TURUNNYA AL-QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata kuliah Ulumul Qur’an Jurusan Muamalah
Ekonomi Perbankan Islam
Oleh
kelompok 2 :
1.
Elsi Lestari
2.
Zaki yatunnisa K
KEMENTERIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
Febuary 2012
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
penulis ingin mengucapkan Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas
kehendaknya makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya . Makalah yang
berjudul “ SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN ” diselesaikan dalam rangka memenuhi
tugas mata pelajaran ulumul Qur’an.
Penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis
dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Penulis mengakui
bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal . Dalam pembuatan
makalah ini penulis banyak kekurangan, oleh karena itu tidak ada hal yang dapat
diselesaikan dengan sangat sempurna untuk itu penulis memohon agar guru
pembimbing materi dan pembaca dapat memakluminya. Penulis memgharapkan kritik dan saran dari hasil
makalah ini. Demikian makalah ini penulis buat, penulis ucapkan terima kasih.
Cirebon,
Febuari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................... i
Daftar isi ........................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah ............................................ 1
B.
Rumusan Masalah ..................................................... 1
BAB II : TINJAUAN UMUM SEJARAH AL-QUR’AN
C.
Pengertian Al-
Qur’an................................................2
D. Hikmah
Al-Qur’an secara berangsur – angsur...........2
E.
Penulisan Al-Qur’an pada masa
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin.......................................................................3
F.
Penyempurnaan pemeliharaan Al-Qur’an
Setelah
masa khalifah..................................................5
G. tentang Rasm Al-Qur’an Menurut Para Ulama.........11
H. Pendapat Ibnu Qutaybah Mengenai Qira’at...............11
I.
Kaitan Rasm Al-Qur’an dengan Qira’at..................11
BAB III :
ANALISA PEMBAHASAN
BAB IV : PENUTUP
J. Kesimpulan
...............................................................14
K. Saran ........................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Quran menurut Dr. Subhi Al Salih berarti
"bacaan". Sedangkan dari segi kebahasaan, sesuatu yang dibaca
berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari
kata kerja qara'a yang artinya membaca. Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur
dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10
tahun di Madinah. Al-Quran adalah
wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril a’s. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara
berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh
manusia. Al- quran diturunkan
dalam 2 periode yaitu periode mekkah dan periode madinah. Sejarah kodifikasi
Al- quran diturunkan dari zaman Rasullah SAW , zaman Khalifah Abu Bakar as Sidiq, zaman khalifah
Umar bin Khatab, zaman khalifah Usman bin. Al-Qur’an sebagai kitab
suci terbesar telah menyedot perhatian banyak orang. Dalam pandangan umat
islam, al-Qur’an merupakan teks yang diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad
sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia. kitab suci ini diturunkan untuk
menjawab persoalan-persoalan nyata yang muncul di tengah kehidupan manusia. Ia
adalah kitab bacaan yang mendapatkan kedudukan istimewa.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana proses penurunan Al-qur’an dari masa ke masa?
2.
Apa
faktor pendorong adanya penulisan Al-Qur’an?
BAB II
TINJAUAN UMUM SEJARAH AL-QUR’AN
C.
Pengertian al-qur’an
Quran menurut
Dr. Subhi Al Salih berarti "bacaan". Sedangkan dari segi kebahasaan,
sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata
benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. AL-Quran di turunkan dalam tempo 22
tahun,2 bulan,222 hari,yaitu mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran
Nabi Muhammad SAW,sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi
atau tahun 10 H. Al-Qur’an sebagai kitab suci
terbesar telah menyedot perhatian banyak orang. Dalam pandangan umat islam,
al-Qur’an merupakan teks yang diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad sebagai
pedoman dan petunjuk bagi manusia. kitab suci ini diturunkan untuk menjawab
persoalan-persoalan nyata yang muncul di tengah kehidupan manusia. Ia adalah
kitab bacaan yang mendapatkan kedudukan istimewa.
D. Hikmah Diturunkan
Al-Quran Secara Beransur-Ansur
Al Qur’an diturunkan
secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13
tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara
beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah
difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan
sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini
disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat
itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu
itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini
menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat
sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih
berpengaruh di hati.
4. Memudahkan
penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak
diturunkan sekaligus.
E.
Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah dan Khulafa’ Ar-Rasyidin
1. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah
Pada masa ini Rasulullah mengangkat
beberapa orang untuk dijadikan sebagai jurutulis, diantaranya Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Tugas mereka adalah merekam dalam
bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Alat yang
digunakan masih sangat sederhana. Para sahabat menulis Al-Qur’an pada ‘usub
(pelepah kurma), likaf (batu halus berwarna putih), riqa’
(kulit), aktaf (tulang unta) dan aqtab (bantalan dari kayu yang
biasa dipakai dipunggung unta).
Untuk menghindari kerancuan akibat
bercampuraduknya ayat-ayat Al-Qur’an dengan yang lainnya, misalnya hadits
Rasulullah, maka beliau tidak membenarkan seorang sahabat manulis apa pun
selain Al-Qur’an. Larangan ini dipahami oleh Dr. Adnan Muhammad Zarzur sebagai
suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menjamin nilai akurasi Al-Qur’an.[1]
Setiap kali turun ayat Al-Qur’an Rasulullah memanggil jurutulis wahyu. Kemudian
Rasulullah berpesan, agar meletakkan ayat-ayat yang turun itu disurat yang
beliau sebutkan.
2. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyidin
a. Pada Masa Abu Bakar
Pada dasarnya, seluruh Al-Qur’an sudah
ditulis pada waktu Nabi masih hidup. Hanya saja surat-surat dan ayat-ayatnya
ditulis dengan terpencar-pencar. Orang yang pertama kali menyusun Al-Qur’an
adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pada saat kepemimpinan Abu Bakar terjadi masalah
berat, diantaranya mengenai pengakuan Nabi baru yang menimbulkan pertikaian dan
sedikitnya 700 hafidz Al-Qur’an gugur. Hal itu merupakan bahaya besar
yang dapat mengancam kelestarian Al-Qur’an. Maka hal itu harus segera diatasi. Setelah
Umar melihat langsung pertikaian tersebut dan ia segera menemui Abu Bakar, agar
berkenan untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang tersimpan
dalam hapalan dan dalam tulisan.
Kemudian Setelah peristiwa tersebut,
Zaid bin Tsabit (seorang jurutulis wahyu) diminta bertemu dengan Abu Bakar
untuk membantu dalam pengumpulan Al-Qur’an. Zaid bin Tsabit pun setuju dalam
membantu pengumpulan dan penulisan al-qur’an. Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid
menetapkan kriteria yang ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak
menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan, tanpa didukung tulisan.[2]
Sikap kehati-hatian Zaid tersebut berdasarkan pesan Abu bakar kepada Zaid dan
Umar.
Pekerjaan yang dibebankan kepundak Zaid
dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun, pada tahun 13 H.
Dibawah pengawasan abu bakar, umar dan tokoh sahabat lainnya.[3]
Tidak syak lagi ketiga tokoh yang telah disebut-sebut dalam mengumpulan
al-qur’an pada masa Abu bakar, yakni Umar yang terkenal dengan
terobosan-terobosan jitunya menjadi pencetus ide, Zaid mendapatkan kehormatan
karena di percaya untuk mengumpulkan kitab suci Al-qur’an yang memerlukan
kejujuran, kecermatan, dan kerja keras. Khalifah Abu bakar sebagai decision maker menduduki porsi
tersendiri.
Setelah sempurna, berdasarkan musyawarah
tulisan al-qur’an yang sudah terkumpul itu dinamakan “mushaf”.
b. Pada
masa utsman bin Affan
Dalam menetapkan bentuk al-quran menyiratkan bahwa perbedaan-perbedaan
serius dalam qira’at ( cara membaca ) al-qur’an, perselisihan tentang bacaan al
quran muncul dikalangan tentara tentara muslim yang sebagian direkrut dari
siria dan sebagian lagi dari irak. Khalifah berumbuk dengan para sahabat senior
nabi dan akhirnya menugaskan zaid bin tsabit “ mengumpulkan” al-quran. Bersama
zaid, ikut bergabung tiga anggota keluarga mekkah terpandang: “ abdullah bin
zubair, sa’id bin Al-‘ish dan Abd Ar-Rahma bin Al-harits.
Prinsip yang mereka ikuti dalam menjalankan tugas bahwa dalam kasus
kesulitan bacaan, dialek quraisy- suku dari mana nabi berasal harus dijadikan
pilihan. Al quran direvisi dengan nabi berasal dan dibandingkan dengan suhuf
yang berada ditangan hafshah. Dengan demikian suatu naskah otoriatif ( absah )
al quran disebut mushaf “ ustmani, telah ditetapkan. Sejumlah salinan dibuat
dan dibagikan ke pusat-pusat utana daerah islam.
‘utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf-mushaf
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
b.
Mengabaikan ayat yang bacaannya
dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kemabli dihadapan nabi pada
saat – saat terakhir.
c.
Kronologis surat dan ayat seperti
yang sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu bakar yang susunan suratnya
berbeda dengan mushaf Utsman
d.
Sistem penulisan yang digunakan
mushaf mampu mencakupi qira’at yang berbeda dengan lafazh-lafazh al-qur’an
ketika turun
e.
Semua yang bukan termasuk al-qur’an
dihilangkan
F. Penyempurnaan Al-Quran Setelah Masa Khalifah
Mushaf yang ditulis
perintah’utsman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca
dengan salah satu qira’at yang tujuh. Setelah banyak orang non-arab memeluk
islam, mereka merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan
bertitik itu. Dua tokoh yang berjasa dalam hal ini yaitu “ubaidillah bin Ziyad
( w.67 H ) dan hajjaj bin yusuf ats.Tsaqafi ( w. 95 H. ). Ibn Ziyad diberitakan
memerintahkan seorang lelaki dari persia untuk meletakkan alif sebagai
pengganti dari huruf yang dibuang. Adapun al – hajjaj melakukan penyempurnaan
terhadap mushaf ‘ utsmani pada sebelas tempat yang karenanya membaca mushaf
lebih mudah.[5]
Penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus,
tetapi bertahap dilakukan oleh generasi sampai abad III H. Tercatat tiga nama
yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali meletakan tanda titik pada
mushaf ‘utsmani.
Upaya
penulisan al-quran dengan tulisan yang bagus merupakan upaya lain yang telah
dilakukan generasi terdahulu. Untuk pertama kalinya, al-quran dicetak di
Bunduqiyyah pada tahun 1530 M, tetapi begitu keluar, penguasa gereja
mengeluarkan perintah pemusnahan kitab suci Jerman bernama Hinkleman pada tahun
1694 M di Hambung ( Jerman ). Disusul
kemudian oleh Marracci pada tahun 1698 M. Di Padoue. Tak satupun dari al-qur’an
cetakan pertama, kedua, maupun ketiga itu yang tersisa di dunia islam. Perintis
penerbit al-qur’an pertama yaitu dari kalangan bukan muslim.
Penerbitan
al-qur’an dengan lebel islam baru dimulai pada tahun 1787. Yang menerbitkannya
adalah Maulaya Utsman. Mushaf cetakan itu lahir di Saint-Petersbourg, Rusia
atau Leningrad, Uni soviet sekarang. Di negara arab, raja Fuad dari mesir
membentuk panitia khusus menerbitan al-qur’an diperempatan pertama abad XX.
Panitia yang dimotori para syekh Al-azhar ini pada tahun 1342 H/ 1932 M.
Berhasil menerbitan mushaf al-qur’an cetakan yang bagus. Mushaf yang petama
terbit dinegara Arab ini dicetak sesuai dengan riwayat Hafsah atau qira’at
‘ashim. Sejak itu, berjuta-juta mushaf dicetak dimesir dan berbagai negara.[6]
G. Pendapat
tentang Rasm Al-Qur’an Menurut Para
Ulama
1. Sebagian
dari mereka berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani itu bersifat tauqifi, yakni
bukan produk budaya manusia yang wajib diikuti siapa saja ketika menulis
Al-Qur’an . Mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menginformasikan bahwa Nabi
pernah berpesan kepada Mu’awiyah, salah seorang sekretarisnya,[7]
“Letakkanlah tinta.
Pegang pena baik-baik. Luruskan huruf ba’. Bedakan huruf sin. Jangan butakan
huruf mim. Buat baguslah (tulisan) Allah. Panjangkan (tulisan) Ar- Rahman dan
buatlah bagus (tulisan) Ar-Rahim. Lalu, letakkan penamu diatas telinga kirimu,
karena itu akan membuatmu lebih ingat”.
Namun Al-Qaththani
berpendapat bahwa tidak ada satu riwayat pun dari Nabi yang bisa dijadikan
alasan untuk menjadikan rasm’Utsmani menjadi tauqifi.[8]
Rasm ‘Utsmani murni merupakan kreatif panitia atas persetujuan ‘Utsman.
Subhi Shalih juga
mengatakan ketidaklogisan rasm ‘Utsmani disebut-sebut tauqifi. Karena
huruf-huruf tahajji itu status Qurannya mutawatir. Akan tetapi,
istilah rasm ‘Utsmani baru lahir pada masa pemerintahan ‘Utsman. ‘Utsman
yang menyetujui penggunaan istilah itu, bukan Nabi.[9]
2. Sebagian
besar ulama berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani bukan tauqifi, tetapi
merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui ‘Utsman dan diterima umat,
sehingga wajib diikuti dan ditaati siapa pun yang menulis Al-Qur’an. Tidak
boleh ada yang menyalahinya.
3. Sebagian
dari mereka berpendapat rasm ‘Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada
halangan yang menghalanginya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara
tertentu untuk menulis Al-Qur’an yang berlainan dengan rasm ‘Utsmani. Sunnah
menunjukan bolehnya menuliskannya (mushaf) dengan cara bagaimana saja yang
mudah. Sebab, Rasulullah dahulu menyuruh menuliskannya tanpa menjelaskan kepada
mereka bentuk (tulisan) tertentu.
H.
Pendapat Ibnu Qutaybah Mengenai Qira’at
Ibnu Qutaybah telah
meringkas perbedaan qira’at ke dalam tujuh segi, yaitu sebagai berikut :
1. Perbedaan
dalam segi I’rab kata, yang tidak menghilangkan bentuknya dan tidak mengubah
maknanya.
2. Perbedaan
yang terdapat pada segi i’rab kata dan pada harakatnya, yang dapat menimbulkan
perubahan makna, tetapi tulisannya tetap.
3. Perbedaan
yang terjadi pada huruf kata, bukan pada segi i’rabnya, yang dapat melakukan
perubahan makna, tetapi bentuk tulisannya tetap.
4. Perbedaan
yang terjadi pada kata yang dapat menimbulkan perubahan bentuk tulisan, tetapi
maknanya tetap.
5. Perbedaan
yang terjadi pada kata, yang dapat menimbulkan perubahan makna dan bentuk
tulisan.
6. Perbedaan
yang terjadi karena taqdim dan takhir (mendahulukan dan mengakhirkan kata).
7. Perbedaan
yang terjadi karena terdapat tambahan dan kekurangan.
I.
Kaitan
Rasm Al-Qur’an dengan Qira’at
Mushaf ‘Utsmani
tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya
dengan berbagai qira’at (cara membaca Al-Qur’an). Hal itu dibuktikan dengan
masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an walaupun setelah muncul
mushaf ‘Utsmani, seperti qira’at tujuh , qira’at sepuluh, qira’at empat
belas. Kenyataan itulah yang mengilhami Ibn Mujahid untuk melakukan
penyeragaman cara membaca Al-Qur’an dengan tujuh cara saja (qira’ah sab’ah).
g
BAB III
ANALISA PEMBAHASAN
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam
masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di
Madinah. Sebagai umat Islam, kita haruslah
berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami dan mengamalkan serta
menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan mendalaminya akan
mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan dalam
meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi. Pada permulaan Islam,
kebanyakan orang bangsa Arab Islam adalah bangsa yang buta huruf, amat sedikit
di antara mereka yang tahu menulis dan membaca. Mereka belum mengenal kertas
seperti kertas yang ada sekarang. Perkataan “al waraq” (daun) yang digunakan
dalam mengatakan kertas pada masa itu hanyalah pada daun kayu saja. Kata “al
qirthas” digunakan oleh mereka hanya merujuk kepada benda-benda (bahan-bahan)
yang mereka pergunakan untuk ditulis seperti kulit binatang, batu yang tipis
dan licin, pelepah tamar tulang binatang dan sebagainya. Sesudah wafatnya Nabi
Muhammad barulah mereka mengetahui kertas. Orang Persia menamakan kertas itu
sebagai “kaqhid”. Walaupun kebanyakkan bangsa Arab Islam pada masa itu masih
buta huruf, namun mereka mempunyai ingatan yang amat kuat. Memelihara dan
meriwayatkan syair-syair dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair mereka,
peperangan-peperangan yang terjadi di antara mereka, peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat dan kehidupan adalah kepada hafalan semata-mata.
Faktor
pendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar adalah adanya kekhawatiran
hilangnya ayat Al-Qur’an akibat kematian sejumlah besar para penghafal dan para
pembaca dalam peperangan. Hal ini disebabkan karena ayat Al-Qur’an dalam bentuk
tulisan yang dimiliki para pembaca dan penghafal dapat hilang karena kematiannya,
dan sebagaimana kita tahu bahwa penghimpunan Al-Qur’an harus disandarkan pada
hafalan dan tulisan. Oleh karena itu, lembaran-lembaran (shuhuf) yang
menghimpun ayat Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
telah mendapatkan perhatian besar dan lembaran-lembaran tersebut berada
ditangan Abu Bakar sampai Allah mewafatkannya, kemudian berpindah tangan kepada
Umar sampai Allah mewafatkannya. Kemudian beralih ke tangan Hafshah sampai pada
masa Utsman r.a. yang memintanya dari Hafshah untuk dihimpun ketiga kalinya. Utsman
melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh
huruf yang dengannya Al-Qur’an turun.
BAB
IV
PENUTUP
J.
Kesimpulan
Al- qur’an diturunkan oleh Nabi Muhammad SAW
dengan cara berangsur – angsur , sebagai pedoman hidup, al- quran merupakan
kitab yang paling sempurna dari kitab lainnya . dikarenakan di dalam al –
Qur’an terdapat peraturan – peraturan yang dapat menyelamatkan manusia dari
kesengsaraan, dari keadaan hina , dan dari segala kejelekan selama hidup di dunia sampai akhirat kelak.
k.
Saran
Sebagai
umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami
dan mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan
mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya
sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi.
[1]
Kamaludin Marzuki, ‘Ulumul Qur’an, hal. 68
[2]
Al-Qaththan, op,. Cit., hlm 126
[3]
Ash-Shalih, op,. Cit,. Hlm 77
[4]
Al-Shalih, op,. Cit,. Hlm 81
[5] Shalih,
op. Cit., hlm. 89-91
[6] ibid
[7]
Al-Qaththan, op. Cit, hlm. 146-147.
[8]Ulum
qur’an, hal 51.
[9]
Ash-Shalih, op. Cit, 277