A. MURJIAH
1. Sejarah
dan asal usul Murji’ah
Pada
awal mulanya, paham irja muncul
sebagai aksi atas paham khawarij yang mengkafirkan hakamain (dua orang yang
memutuskan perkara dalam masalah Ali dan Mu’awiyah). Irja semacam ini bukanlah
irja yang bersangkutan dengan iman, akan tetapi mereka hanya membicarakan
tentang perkara dua kelompok yang perang
diantara para sahabat saja.
Dalam sejarah
kemunculannya, menurut ibnu Hajar Al-Asqalany bahwa orang yang pertama kali
membicarakan masalah irja adalah Al Hasan ibn Muhammad ibn Hanafiyah (W.99 H).[1]
Senada dengan Ibnu hajar, Ibnu sa’ad mengatakan bahwa Al-Hasan adalah orang
yang pertama kali mengatakan tentang irja.
Aliran Murji’ah muncul
sebagai reaksi sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “ kafir
mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini
dilakukan oleh aliran Khawarij. Aliran ini menagguhkan penilaian terhadap
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan tuhan, karena
hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang
mukmin yang melakukan dosa besar, masih dianggap mikmin dihadapan mereka.[2]
2. Doktrin-doktrin
Murji’ah
Ajaran
pokok Murji’ah pada dasarnya
bersumber dari gagasan atau doktrin irji
atau arja’a yang diaplikasikan dalam
banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Dibidang politik,
doktrin irji diimplementasikan dengan
sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekpresikan dengan sikap
diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah
dikenal pula sebagai the queietists
(kelompok bungkam).[3]
Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan
politik.
Adapun
dibidang teologi, doktrin irja
dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang
muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang
ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa
besar dan ringan (mortal and venial
sains), tauhid, tafsir Al-Qur’an, ekskatologi, pengampunan atas dosa besar,
kemaksuman nabi (the impeccability of the
profhet), hukuman atas dosa (punishment
of sins), ada yang kafir (infidel) dikalangan
generasi awal Islam, tobat (redress of
wrongs), hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).[4]
Berkaitan
dengan doktrin teologi Murji’ah, W.
Montgomery Watt merincinya sebagai berikut:[5]
a. Penangguhan
keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat
kelak.
b.
Penangguhan Ali
untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
c. Pemberian
harapan (giving of hope) terhadap
orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d. Doktrin-doktrin
Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari
kalangan Helenis.
Masih
berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah,
Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:[6]
a. Menunda
hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah
di hari kiamat kelak.
b. Menyerahkan
keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Meletakkan
(pentingya) iman daripada amal.
d. Memberikan
pengharapan kepada muslim yang berdosa
besar untuk mempeoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara
itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah,
yaitu:[7]
a. Iman
adalah percaya kepada Allah danRasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak
merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang
tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan
melakukan dosa besar.
b. Dasar
keselamatan adalah iman semata. Selama
masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun
gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya
dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
3. Tokoh-tokoh
Murjiah
Menurut Ibnu Jauzi
Murjiah terbagi menjadi 11 sekte (
bagian ) :
a. At-Tarikah.
Sekte Murji’ah ini berpendapat bahwa tidak ada kewajiban bagi seorang hamba
kepada allah selain hanya beriman saja. Barang siapa yang telah beriman
kepada-Nya dan mengenal-Nya maka dia boleh berbuat sesukanya.
b. As-
Sabi’ah. Ajaran pokok dari sekte ini
adalah keyakinan bahwa allah membiarkan hamba-nya untuk berbuat sesukanya.
c. Ar-Raji’ah.
Paham dari sekte ini adalah mereka tidak mengatakan taat bagi orang yang taat
dan juga tidak menyebut maksiat bagi orang yang melakukan perbuatan maksiat
karena mereka tidak mengetahui kedudukan mereka sisi allah.
d. Asy-Syakiyyah.
Ajaran utama dari sekte ini adalah bahwa ketaat bukanlah implementasi dari
iman.
e. Manqusiyyah.
Mereka mengatakan: “iman itu bertambah tapi tidak berkurang”.
f. Zahiriyyah.
Mereka adalah orang-orang yang menafikan (tidak menggunakan) qiyas.
Sedangkan
menurut Ghalib awwji membagi Murji’ah I’tiqadiyah ( secara keyakinan ) menjadi
beberapa bagian yang sangat banyak akan tetapi yang disebutkan hanyalah secara
garis besarnya saja :
a. Murj’ah
sunnah adalah para pengikut hanafi termasuk
didalamnya adalah abu janifah dan gurunya Hammad Ibn Abi Sulaiman juga orang
orang yang mengikuti mereka dari golongan Murji’ah kufah dan yang lainnya.
Mereka ini adalah orang-orang yang mengakhirkan amal dari hakekat iman.
b. Murji’ah
jabbariyah adalah jahmiyyah ( para pengikut jahm ibn shafwan) , mereka hanya
mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati sajadan menurut mereka maksiat itu
tidak berpengaruh pada iman dan bahwasannya ikrar dengan lisan dan amal bukan
dari iman.
c. Murji’ah
qadariyyah adalah orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad Damsyiki sebutan mereka
Al-Ghilaniah[8].
d. Murji’ah
murni adalah kelompok yang oleh para ualama diperselisihkan jumlahnya.
e. Murji’ah
karamiyyah adalah kawan kawan Muhammad Ibn karam, mereka berpendapat bahwa iman
hanyalah ikrar dan pembenaran dengan lisan tanpa pembenaran dengan hati
f. Murji’ah
khawrij adalah Syabibiyyah dan sebagian kelompok shafariyah yang tidak
mempermasalahkan pelaku dosa besar. Al-Asy’ari dalam kitabnya Maqalat
al-islamiyyin menghitung Murji’ah sampai 12 kelompok.
4. Pemikiran
murji’ah
Secara
garis besar, ajaran-ajaran pokok murji’ah adalah pertama, pengakuan iman cukup
hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tetap dituntut membuktikan
keimanan dalam perbuatan sehari-hari ini merupakan sesuatu yang sulit diterima
kalangan Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam islam merupakan
satu kesatuan.[9]
Kesatu,
selama menyakini dua kalimat syahadat, seorang muslim yang berdoa besar tak
dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia di tangguhkan artinya hanya
allah yang berhak menjatuhkannya di akherat.
Kedua, kelompok yang mengatakan bahwa iman itu hanya
ucapan lisan saja. Dan berpendapat yang kedua ini tidak dikenal sebelum “ Al
Karimah”
Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa iman itu adalah
pembenaran dalam hati dan diaucapkan dengan lisan. Pendapat yang ketiga ini
adalah pendapat yang masyhur dikalangan ahli fikih dan para pengikutnya.
Adapun dalil dari
al-Qur’an yang dijadikan alasan Mazhab Murji’ah sebagaimana berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Rozak Abdul, Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka setia,
2001
Mustofa, Mazhab - mazhab Ilmu Kalam dari klasik hingga modern, Cirebon :
Nurjati IAIN- Publisher, 2010.
[1] Ibn
Hajar al-Asqalany, Tahzib At-Tahzib jilid 2
[2] Supiya
dan Moh. Karman, Materi
[3] Classe,
loc. Cit.; gibb and kremmers, loc. Cit.
[4] Gibb and
kremmers, op. Cit, hlm.412.
[5] W.
Montgomery Watt, Early Islam: Collected Articels, Eidenburg, 1990, hlm. 181.
[6]
Nasution, Teologi Islam, op. Cit., hlm. 22-3
[7] Abu A’la
Al-maududi, Al-Khalifah wa Al-Mulk, terj. Muhammad Al-baqir, Mizan, Bandung, 1994,
hlm. 279-280.
[8] Ghalib
Ibn Ali Awwji, Firaq al-Mu’asirah