SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA
NABI MUHAMMAD SAW
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata kuliah Sejarah Peradaban Islam Jurusan Muamalah Ekonomi Perbankan Islam
                                                                                        

Oleh kelompok 3 :
1.     Darto
2.    Ragil liliyani
3.    Zaki yatunnisa K


KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 SYEKH NURJATI CIREBON
  Februari 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar belakang
Islam telah berkembang dibawah sinar terang sejarah. Dalam waktu seusia manusia, cahaya ini telah berangsur secara kritis asas-asas tradisi lama telah lebur menjadi teka-teki. Muhammad s.a.w sebagaimana tiap-tiap orang yang berbakat pembina dan pencipta, pada suatu pihak menderita ketegangan keadaan, suasana saluran, pada lain pihak beliau telah mendobrak saluran baru dalam cita-cita,  kebiasaan zaman dan tempat kediaman beliau. Fakta satu-satunya yang pasti bahwa ilham beliau adalah keagamaan. Sejak itu ia berkewajiban menyebarkan agama, pandangan dan pertimbangan mengenai manusia dan peristiwa yang dikuasai oleh paham beliau mengenai maksud Allah bagi umat manusia. Muhammad s.a.w lahir dikota Mekkah, pada zaman itu Mekkah bukan merupakan suatu desa yang terpencil jauh dari keramaian dan kesibukan dunia. Penduduk Mekkah walaupun mempertahankan kesederhanaan Arab asli namun tindak-tanduknya dan lembaga-lembaganya telah memperoleh pengetahuan luas tentang orang dan kota dalam hubungan diplomatik. Dalam kemakmurannya Mekkah memiliki segi yang suram kota itu juga menunjukan keburukan-keburukan yang biasa melekat pada masyarakat niaga yang kaya, disatu pihak terdapat kekayaan yang sangat besar dan dilain pihak terdapat kemelaratan, kemudian yang terjadi ialah hasil bentrokan antara keyakinan tadi dan ketidakpercayaan serta perlawanan dari kelompok-kelompok berturut-turut. Muhammad saw bukanlah pengajar yang sadar dari suatu agama baru. Perlawanan dan pertengkaran dengan penduduk Mekkah itulah yang memaksakan beliau maju dari masa ke masa, sebagaimana sesudahnya adalah perlawanan di Madinah yang menyebabkan Islam muncul sebagai suatu umat agama baru dengan iman, dan lembaga-lembaga yang tegas dan nyata.


BAB II
PEMBAHASAN
B.    PERIODE  MEKKAH SISTEM  DAK’WAH

Rasulullah s.a.w. Lahir dan berkembang di Mekkah yang masyarakatnya sedang mengalami masa transisi yang hebat dalam berbagai bidang seperti sosial, agama dan politik. Ajaran islam yang dibawa oleh Muhammad pada umumnya merupakan keinginan untuk memperbaiki dan menyelamatkan masyarakat Mekkah dalam menjalani masa transisi ini. Dalam faktanya, Muhammad saw. Tidak bisa menjalankan dakwahnya secara efektif yang membuahkan hasil yang memuaskan. Beberapa kondisi ikut melatari ketidak efektifan dakwah Muhammad di Mekkah. Penganut yang berhasil dipengaruhi oleh Muhammad pun tidak berapa jumlahnya karena memang beliau tidak bisa melaksanakan dakwah secara terang-terangan.[1]
1.      Dakwah secara terang – terangan
Selama tiga tahun rasullah saw hanya berdakwahnya itu hanya disampaikan kepada orang yang yang diyakini akan menerima islam. Selama ini pula beliau bersama para sahabatnya melaksanakan shalat dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak dipantau orang-orang quraisy. Kemudian setiap kali kaum musyrikin melihat kaum muslimin mengerjakan shalat, mereka mengejeknya dan tata cara  peribadatan tersebut pun ikut diremehkan pula. Mereka menjadi penghambat bagi orang-orang untuk menerima islam yang disampaikan rasulullah saw. Akan tetapi rasulullah saw sesudah tiga tahun hanya berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi. Kini beliau diperintahkan agar tidak memperluluhkan sikap orang-orang yang menentang. Setelah itu bermulailah skap kaum quraisy memusuhi rasullah saw secara terang-terangan. Andai beliau membatasi dakwah hanya pada aspek pensucian jiwa dan perbaikan akhlak maka dakwah itu sedikit pun tidak akan menimbulkan perlawanan atau ditentang seperti yang dihadapinya. Tetapi ketika beliau disampaikan secara terang – terangan agar manusia mengerjakan dan dakwah ini disiarkan disetiap tempat serta bersifat menghina patung-patung.[2]
C.   PERIODE  MADINAH
Secara konvensional, perkataan "madinah" memang diartikan sebagai "kota". Tetapi secara ilmu kebahasaan, perkataan itu mengandung makna "peradaban". Dalam bahasa Arab, "peradaban" memang dinyatakan dalam kata-kata "madaniyah" atau "tamaddun", selain dalam kata-kata "hadharah". Karena itu tindakan Nabi mengubah nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun masyarakat beradab.
Tak lama setelah menetap di Madinah itulah, Nabi bersama semua penduduk Madinah secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat madani, dengan menggariskan ketentuan hidup bersama dalam suatu dokumen yang dikenal sebagai piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Dalam dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan politik, khususnya pertahanan, secara bersama-sama. Dan di Madinah itu pula, sebagai pembelaan terhadap masyarakat madani, Nabi dan kaum beriman diizinkan mengangkat senjata, perang membela diri dan menghadapi musuh-musuh peradaban.
a.       Masyarakat madani
Nabi Muhammad sendiri yang memberi teladan kepada umat manusia ke arah pembentukan masyarakat peradaban. Setelah belasan tahun berjuang di kota Mekkah tanpa hasil yang terlalu menggembirakan, Allah memberikan petunjuk untuk hijrah ke Yastrib, kota wahah atau oase yang subur sekitar 400 km sebelah utara Mekkah. Sesampai di Yastrib, setelah perjalanan berhari-hari yang amat melelahkan dan penuh kerahasiaan, Nabi disambut oleh penduduk kota itu, dan para gadisnya menyanyikan lagu Thala'a al-badru 'alaina (Bulan Purnama telah menyingsing di atas kita), untaian syair dan lagu yang kelak menjadi amat terkenal di seluruh dunia. Kemudian setelah mapan dalam kota hijrah itu, Nabi mengubah nama Yastrib menjadi al-Madinat al-nabiy (kota nabi).
Tak lama setelah menetap di Madinah itulah, Nabi bersama semua penduduk Madinah secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat madani, dengan menggariskan ketentuan hidup bersama dalam suatu dokumen yang dikenal sebagai piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Dalam dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan politik, khususnya pertahanan, secara bersama-sama. Dan di Madinah itu pula, sebagai pembelaan terhadap masyarakat madani, Nabi dan kaum beriman diizinkan mengangkat senjata, perang membela diri dan menghadapi musuh-musuh peradaban. Jika kita telaah secara mendalam firman Allah yang merupakan deklarasi izin perang kepada Nabi dan kaum beriman itu, kita akan dapat menangkap apa sebenarnya inti tatanan sosial yang ditegakkan Nabi atas petunjuk Tuhan. Yaitu mereka yang diusir dari kampung halaman mereka secara tidak benar, hanya karena mereka berkata: "Tuhan kami ialah Allah". Dan kalaulah Allah tidak menolak (mengimbangi) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya runtuhlah gereja-gereja, sinagog-sinagog, dann masjid-masjid yang disitu banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah akan menolong siapa saja yang menolong-NYA (membela kebenaran dan keadilan). Membangun masyarakat peradaban itulah yang dilakukan Nabi selama sepuluh tahun di Madinah. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya. Masyarakat Madani yang dibangun nabi itu, oleh Robert N. Bellah, seorang sosiologi agama terkemuka disebut sebagai masyarakat yang untuk zaman dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern, sehingga setelah nabi sendiri wafat tidak bertahan lama. Setelah Nabi wafat, masyarakat madani warisan Nabi itu, yang antara lain bercirikan egaliterisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi (bukan prestise seperti keturunan, kesukuan, ras, dan lain-lain), keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan penentuan kepemimpinan melalui pemilihan, bukan berdasarkan keturunan, hanya berlangsung selama tiga puluh tahunan masa khulafur rasyidin. Sesudah itu, sistem sosial madani dengan sistem yang lebih banyak diilhami oleh semangat kesukuan atau tribalisme Arab pra-Islam, yang kemudian dikukuhkan dengan sistem dinasti keturunan atau geneologis itu sebagai "Hirqaliyah" atau "Hirakliusisme", mengacu kepada kaisar Heraklius, penguasa Yunani saat itu, seorang tokoh sistem dinasti geneologis.
b.      Sistem ekonomi dan fiskal pada masa pemerintahan nabi muhammad s.a.w
Munculnya islam membuka zaman baru dalam sejarah kehidupan manusia. Kelahiran nabi muhammad saw adalah suatu peristiwa yang tiada bandingannya. Beliau adalah utusan allah yang terakhir dan sebagai pembawa  kebaikan bagi seluruh umat manusia. Kata hart “ muhammad saw terpilih untuk menemp-ati posisi pertama dalam urutan seratus tokoh dunia yang paling berpengaruh karena beliau merupakan satu-satunya manusia yang memiliki kesuksesan yang paling baik didalam bidang agama dan bidang duniawi. Pada saat hijrah keadaan di yathrib masih sangat kacau mereka belum memiliki pemimpin ataupun raja yang berdaulat. Pada saat itu kota madinah belum ada hukum pemerintahan antarkelompok masih saling bertikai kelompok yang terkaya dan terkuat adalah yahudi, namun ekonominya masih lemah dan bertopang pada bidang pertanian karena tidak terdapat hukum dan aturan, tidak ada kewenangan ataupun sistem pajak dan fiskal.[3]
Pada saat di Mekkah rasulullah hanya seorang pemuka agama. Di Madinah keadaannya berubah. Dalam jangka waktu yang singkat, beliau telah menjadi pemimpin suatu komunitas yang kecil yang terdiri dari para pengikutnya yang jumlahnya meningkat dari waktu ke waktu.
Sebagai kepala dari suatu negara yang terbaru terbentuk ada beberapa hal yang segera mendapat perhatian beliau seperti :
1.      Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya
2.      Merehabilitasi muhajirin mekkah di madinah
3.      Menciptakan kedamaian dalam negara
4.      Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya
Sebelum dibahas lebih lanjut mengenai tahapan tahapan tersebut, ada dua aspek yang harus ditanamkan terlebih dahulu. Pertama adalah adanya fenomena unik yaitu bahwa islam telah membuang sebagai besar tradisi spiritual , norma – norma, nilai nilai, tanda- tanda dan memulai yang baru dengan negara yang bersih.
                          Kedua , negara dibentuk tanpa menggunkan sumber keuangan ataupun moneter karena negara yang baru terbentuk ini sama sekali tidak diwariskan harta, dan maupun persediaan dari masa lampaunya
v  Tahapan tahapan inilah yang digunakan dalam pemecahan maslah tersebut:
Tugas pertama adalah memberikan sebuah masjid. Tanah yang digunakan untuk membangun mesjid didapatkan dari dua anak yatim piatu dengan harga sepuluh dinar yang dibayarkan abu bakar. Mesjid tersebut dibangun dengan struktur yang sangat sederhana dengan menggunakan batu dan batu-bata yang dijemur, atapnya ditutup dengan daun daun palem dan tiangnya terbuat dari batang batang pohon. Mesjid ini didirikan secara suka rela membangun mesjid ini dilakukan dengan bergotong-royong
Tugas kedua dari rasullah adalah memecahkan permasalahan muhajirin yang membawa sedikit persediaan baik yang sudah di madinah maupun yang masih dalam perjalanan. Mereka berjumlah sekitar 150 keluarga. Untuk memperbaiki tingkat kehidupan mereka di madinah tidaklah mudah. Mata pencaharian mereka yang bergantung pada bidang pertanian dan tidak ada keungan, menjadikan tugas ini sangat sulit dilakukan. Namun rasullah dapat menyelesaikan dengan yang baru dengan cara meenanamkan tali persaudaraan antar individu-individu dari kelompok anshar dari madinah dan muhajirin.
·         Piagam Madinah
Isi Piagam Madinah antara lain :
  1. Kelompok masing-masing berhak menghukum orang yang membuat kerusakan dan memberikan keamanan bagi orang yang patuh
  2. Kebebasan beragama terjamin untuk semua kelompok
  3. Menjadi suatu kewajiban bagi penduduk madinah muslim dan yahudi untuk saling membantu dan menolong
  4. Saling mengadakan kerja sama dengan mempertahankan Negeri Madinah dari segala serangan
  5. Rasulullah menjadi pemimpin tertinggi di negeri Madinah, segala perkara dan perselisihan besar diserahkan kepada beliau untuk memutuskannya.
c.       Sistem ekonomi
Setelah menyelesaikan politik dan urusan kontitusional, rasullah saw merubah sistem ekonomi dan keuangan negara, sesuai dengan ketentuaan al- quran. Dalam Al-qur’an telah dituliskan secara jelas semua petunjuk bagi umat manusia yang tentunya dapat diambil dan diadopsi menjadi petunjuk untuk semua urusan manusia. Prinsip islam yang dapat dijadikan poros adalah bahwa “kekuasaan paling tinggi hanyalah milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi”. Sebagai khalifah-Nya, “manusia telah diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Seluruh ciptaan lainnya, seperti matahari, bulan, langit (cakrawala), telah ditakdirkan untuk dipergunakan oleh manusia. “berkaitan dengan ini bumi telah disebutkan secara khusus “Kami telah menempatkan kamu sekalian dimuka bumi dan kami sediakan di bumi itu sumber kehidupanmu”.
Kemakmuran di dunia merupakan pemberian Allah SWT dan manusia akan dapat mencapai keselamatannya jika ia dapat menggunakan kemakmuran tersebut dengan baik dan dapat memberikan keuntungan bagi orang lain. Islam mengakui kepemilikan pribadi. Mencari nafkah sesuai dengan hukum yang berlaku dan dengan cara yang adil merupakan suatu kewajiban yang sesuai dengan kewajiban dasar dalam islam. Kewajiban tersebut tidak membatasi jumlah kepemilikan swasta, produksi barang dagang atau suatu perdagangan. Tetapi hanya melarang pencarian kekayaan melalui cara-cara yang ilegal atau tidak bermoral. Islam juga sangat tidak menyetujui perbuatan menimbun kekayaan atau mengambil keuntungan atas kesulitan orang lain. Agama islam tidak menyetujui adanya pembungaan uang, sebagai contoh hukum Masaic menyebutkan “Jika kamu meminjamkan uang kepada orang-orang saya, kepada orang miskin mana pun yang ada di antara kamu tidak boleh berbuat seperti seorang kreditor terhadap mereka; kamu tidak boleh mengenakan pembungaan terhadap mereka”.
Islam benar-benar melarang pembungaan uang atau riba dan menentang pemahaman yang mengatakan pendapatan yang diperoleh dengan cara ini adalah , legal. Karena riba didasarkan atas pengeluaran orang dan merupakan eksploitasi yang nyata, dan islam melarang bentuk eksploitasi apapun “apakah itu dilakukan oleh orang-orang kaya terhadap orang-orang miskin, oleh penjual terhadap pembeli, oleh majikan terhadap budaknya, oleh laki-laki terhadap wanita, atau oleh atasan terhadap bawahan. Tidak ada agama atau kepercayaan yang setegas islam dalam menentang riba. Menurut para komentator dan para ahli sejarah, perintah terakhir tentang larangan riba datang pada tahun kesembilan Hijriah dan diumumkan oleh Rasulullah pada saat sedang menyampaikan khotbah tentang haji terakhir di tahun kesepuluh Hijriah. Rasulullah membersihkan keluarganya dari praktek riba dengan bantuan kekayaan dari Paman Abbas. Bahkan sebelum diumumkannya perintah tersebut, Rasulullah menerima utusan dari Thakif (kepala dari Taif) untuk menegoisasikan pernyataan tentang batasan-batasan yang telah dikeluarkan oleh Rasulullah. Beliau telah mengenakan suatu persyaratan terhadap mereka bahwa mereka tidak lagi diperbolehkan melakukan praktek riba ataupun meminum alkohol. Mereka telah kecanduan praktek riba tersebut.

BAB IV
PENUTUP
D.    KESIMPULAN
Muhammad saw dilahirkan pada tanggal 12 rabiul awal ( 20 april 571 M ). Sebelum beliau dilahirkan ayahnya telah meninggal dunia ia dilahirkan dikota Mekkah menjadi yatim dimasa muda kemudian di asuh oleh paman beliau yang melakukan perdagangan dengan kafilah. Menjelang usianya yang ke-40, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari keramaian masyarakat ke gua Hira beberapa kilo meter di utara Mekkah. Disana muhammad mula –mula berjam- jam kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat jibril dihadapan nya menyampaikan wahyu yang pertama yaitu QS 96:1-5. Dengan turunnya perintah itu Rasulullah bedakwah secara diam-diam setelah beberapa lama dilaksanakan turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Setalah tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah, periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politika. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat : pembangunan Masjid, Ukhuwah Islamiah , persaudaraan sesama musllim, , hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam cukup baik.
DAFTAR PUSTAKA
Gibb H.A.R, Islam Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta : Bhatara karya aksara, 1983
Ibrahim hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : PT Kalam Mulia, 2002
Karim adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : PT Al-kautsar, 1987
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : Pustaka Alhusna, 1987
Yatim badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010.


[1] A. Syalabi, sejarah dan kebudayaan islam 1 ( Jakarta: Pustaka Al-husna, 1983), hlm. 29.
[2] Arnold “ ad da’wah lla al islam, terjemahan penyusun buku ini hal 37
[3] Ibnu chaldun : Al muqqaddimah : 283



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ILMU KALAM -MURJIAH



A.    MURJIAH
1.      Sejarah dan asal usul Murji’ah
Pada awal mulanya, paham irja muncul sebagai aksi atas paham khawarij yang mengkafirkan hakamain (dua orang yang memutuskan perkara dalam masalah Ali dan Mu’awiyah). Irja semacam ini bukanlah irja yang bersangkutan dengan iman, akan tetapi mereka hanya membicarakan tentang perkara dua kelompok  yang perang diantara para sahabat saja.
Dalam sejarah kemunculannya, menurut ibnu Hajar Al-Asqalany bahwa orang yang pertama kali membicarakan masalah irja adalah Al Hasan ibn Muhammad ibn Hanafiyah (W.99 H).[1] Senada dengan Ibnu hajar, Ibnu sa’ad mengatakan bahwa Al-Hasan adalah orang yang pertama kali mengatakan tentang irja.
Aliran Murji’ah muncul sebagai reaksi sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “ kafir mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini dilakukan oleh aliran Khawarij. Aliran ini menagguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar, masih dianggap mikmin dihadapan mereka.[2]
2.      Doktrin-doktrin Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irji atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Dibidang politik, doktrin irji diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekpresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the queietists (kelompok bungkam).[3] Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun dibidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir Al-Qur’an, ekskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi (the impeccability of the profhet), hukuman atas dosa (punishment of sins), ada yang kafir (infidel) dikalangan generasi awal Islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).[4]
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut:[5]
a.       Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b.      Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
c.       Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d.      Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.
Masih berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:[6]
a.       Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c.       Meletakkan (pentingya) iman daripada amal.
d.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa  besar untuk mempeoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:[7]
a.       Iman adalah percaya kepada Allah danRasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
b.      Dasar keselamatan adalah  iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
3.      Tokoh-tokoh Murjiah
Menurut Ibnu Jauzi Murjiah terbagi menjadi   11 sekte ( bagian ) :

a.       At-Tarikah. Sekte Murji’ah ini berpendapat bahwa tidak ada kewajiban bagi seorang hamba kepada allah selain hanya beriman saja. Barang siapa yang telah beriman kepada-Nya dan mengenal-Nya maka dia boleh berbuat sesukanya.
b.      As- Sabi’ah. Ajaran pokok  dari sekte ini adalah keyakinan bahwa allah membiarkan hamba-nya untuk berbuat sesukanya.
c.       Ar-Raji’ah. Paham dari sekte ini adalah mereka tidak mengatakan taat bagi orang yang taat dan juga tidak menyebut maksiat bagi orang yang melakukan perbuatan maksiat karena mereka tidak mengetahui kedudukan mereka sisi allah.
d.      Asy-Syakiyyah. Ajaran utama dari sekte ini adalah bahwa ketaat bukanlah implementasi dari iman.
e.       Manqusiyyah. Mereka mengatakan: “iman itu bertambah tapi tidak berkurang”.
f.       Zahiriyyah. Mereka adalah orang-orang yang menafikan (tidak menggunakan) qiyas.

Sedangkan menurut Ghalib awwji membagi Murji’ah I’tiqadiyah ( secara keyakinan ) menjadi beberapa bagian yang sangat banyak akan tetapi yang disebutkan hanyalah secara garis besarnya saja :
a.       Murj’ah sunnah adalah para pengikut hanafi  termasuk didalamnya adalah abu janifah dan gurunya Hammad Ibn Abi Sulaiman juga orang orang yang mengikuti mereka dari golongan Murji’ah kufah dan yang lainnya. Mereka ini adalah orang-orang yang mengakhirkan amal dari hakekat iman.
b.      Murji’ah jabbariyah adalah jahmiyyah ( para pengikut jahm ibn shafwan) , mereka hanya mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati sajadan menurut mereka maksiat itu tidak berpengaruh pada iman dan bahwasannya ikrar dengan lisan dan amal bukan dari iman.
c.       Murji’ah qadariyyah adalah orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad Damsyiki sebutan mereka Al-Ghilaniah[8].
d.      Murji’ah murni adalah kelompok yang oleh para ualama diperselisihkan jumlahnya.
e.       Murji’ah karamiyyah adalah kawan kawan Muhammad Ibn karam, mereka berpendapat bahwa iman hanyalah ikrar dan pembenaran dengan lisan tanpa pembenaran dengan hati
f.       Murji’ah khawrij adalah Syabibiyyah dan sebagian kelompok shafariyah yang tidak mempermasalahkan pelaku dosa besar. Al-Asy’ari dalam kitabnya Maqalat al-islamiyyin menghitung Murji’ah sampai 12 kelompok.

4.      Pemikiran murji’ah
Secara garis besar, ajaran-ajaran pokok murji’ah adalah pertama, pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tetap dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-hari ini merupakan sesuatu yang sulit diterima kalangan Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam islam merupakan satu kesatuan.[9]
            Kesatu, selama menyakini dua kalimat syahadat, seorang muslim yang berdoa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia di tangguhkan artinya hanya allah yang berhak menjatuhkannya di akherat.
            Kedua, kelompok yang mengatakan bahwa iman itu hanya ucapan lisan saja. Dan berpendapat yang kedua ini tidak dikenal sebelum “ Al Karimah”
            Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa iman itu adalah pembenaran dalam hati dan diaucapkan dengan lisan. Pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang masyhur dikalangan ahli fikih dan para pengikutnya.

Adapun dalil dari al-Qur’an yang dijadikan alasan Mazhab Murji’ah sebagaimana berikut :


DAFTAR PUSTAKA
Rozak Abdul, Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka setia, 2001
Mustofa, Mazhab - mazhab Ilmu Kalam dari klasik hingga modern, Cirebon : Nurjati IAIN- Publisher, 2010.



[1] Ibn Hajar al-Asqalany, Tahzib At-Tahzib jilid 2
[2] Supiya dan Moh. Karman, Materi
[3] Classe, loc. Cit.; gibb and kremmers, loc. Cit.
[4] Gibb and kremmers, op. Cit, hlm.412.
[5] W. Montgomery Watt, Early Islam: Collected Articels, Eidenburg, 1990, hlm. 181.
[6] Nasution, Teologi Islam, op. Cit., hlm. 22-3
[7] Abu A’la Al-maududi, Al-Khalifah wa Al-Mulk, terj. Muhammad Al-baqir, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 279-280.
[8] Ghalib Ibn Ali Awwji, Firaq al-Mu’asirah
[9] Ibnu taimiyyah, Majmu’ fatawa jilid 8



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MAKALAH UMRAH DAN PERSATUAN UMAT


HAJI, UMRAH DAN PERSATUAN UMAT
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata kuliah Fiqh Ibadah Jurusan Muamalah Ekonomi Perbankan Islam

Oleh kelompok 6 :
1.     Widha Dwi Puspita
2.    Yeni rahmayanti
3.    Zaki yatunnisa K
4.    Zara Rindiantika
5.    Zakiyah ulfah

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 SYEKH NURJATI
CIREBON
Febuary 2012
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas kehendaknya makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya . Makalah yang berjudul “ HAJI, UMRAH DAN PERSATUAN UMAT ” diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Ibadah.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Penulis mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal . Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak kekurangan, oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat  sempurna  untuk itu penulis memohon agar guru pembimbing materi dan pembaca dapat memakluminya. Penulis  memgharapkan kritik dan saran dari hasil makalah ini. Demikian makalah ini penulis buat, penulis ucapkan terima kasih.

Cirebon,  Febuari 2012



                            Penulis
DAFTAR ISI
A.  Haji dan Umrah
a.      Definisi haji dan umrah
b.      Ibadah haji sebelum islam
c.       Fadhilah (Keutamaan) Haji dan Umaroh
d.      Wajib haji
B.  Sunnah haji
a.   Cara mengerjakan haji dan umroh
b.    Larangan haji
c.    Penghalalan beberapa larangan
C.  Persatuan umat 
  
PEMBAHASAN
A. Haji dan Umrah
a.      Definisi Haji dan Umroh
Haji berasal dri bahasa arab: hajj atau hijj, yang berarti menuju atau mengunjungi sesuatu. Dan menurut istilah agama ialah mengunjungi Ka’bah dan sekitarnya d kota Makkah untuk mengerjakan ibadah tawaf, sa’iy, wukuf, dll.[1]
Adapun kata umroh berasal dari i’timar yag berarti ziarah. Maksudnya ialah menziarahi Ka’bah dan bertawaf sekelilingnya.[2]
b.      Ibadah Haji Sebelum Islam
Haji, secara harfiah (mengunjungi tempat-tempat tertentu yang dihormati, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT) telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Allah SWT memerintahkan nabi Ibrahim a.s untuk membangun sebuah Ka’bah di kota Makkah agar umat manusia datang  mengunjunginya, bertawaf, an berdzikir. Dan sejak itu pula kota Makkah menadi tempat tinggal Nabi Ibrahim a.s bersama keluarganya, u ntuk menyampaikan perintah Alah SWT. Namun setelah Nabi Ibrahim a.s wafat, sedikit demi sedikit umat manusia mulai meninggalkan tauhid kepada Allah SWT serta cara-cara ritual yang diajarkan kepada mereka. Mereka mengganti ritual tersebut dengan cara mereka sendiri. Seperti bertawf sekeliling Ka’bah dengan bertelanjang bulat (sebagai lambing tekad mereka untuk melepas dosa yang telah mereka lakukan sebelumnya). Mereka juga menaruh patung-patung berhala untuk disembah dengan asumsi patung tersebut sebagai perantaramereka dengan Allah.[3]
Dapat disaksikan bahwa diantara manasik haji ada juga yang merupakan upaya napak tilas, dengan kewajiban melotar ketiga jumrah dan menyembelih hewan kurban di Mina. Hal tersebut diambil dari kejadian Nabi Ibrahim a.s dan Ismail puteranya untuk melaksanakan perintah Allah SWT yitu mengurbankan nyawa Ismail. Dan dalam perjalanannya menuju tempat penyembelihan, mereka dihadang oleh setan, yang mengeluarkan segala rayuan dan tipu dayanya supaya mereka membatalkan penyembelihan tersebut. Akan tetapi semua itu gagal, karena mereka berdua melontarinya dengan batu berulang-ulang, hingga akhirnya ia lari menjauh dari mereka. Setelah sampai pada tempat penyembelihan, dan telah meletakkan pisau di leher Ismail, tiba-tiba Allah SWT memerintahkan mereka berdua untuk membatalkan hal tersebut dan menggantinya dengan seekor domba yang besar.[4]
Tidak lupa juga kenangan terhadap Siti Hajar yang berlari-larian di sekitar Ka’bah, dari bukit Shafa ke bukit Marwah, untuk mencarikan air bagi Ismail. Pada akhirnya Allah SWT menunujukkan kepadanya sumber air Zamzam yang dengan perkenaan Allah SWT tidak pernah berhenti memancarkan airnya hingga sekarang.[5]
Dalil Wajib Haji
Adapun dalil yang menyebutkan bahwasannya haji itu wajib, yaitu: “Sesungguhnya rumah ibadah yang mula pertama dibangun manusia adalah yang berada di Bakkah (Makkah), yang diberkahi dan dijadikan petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim. Siapa saja memasukinya, akan mendapatinya aman. Dan sesungguhnya mengunjungi rumah itu (untuk berhaji) adalah kewajiban yang ditetapkan Allah atas manusia yang memiliki kemampuan melakukan perjalanan kepadanya. Dan barang siapa mengingkari (kewajiban tersebut), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran [3]: 96-97).[6]
c.       Fadhilah (Keutamaan) Haji dan Umaroh
Dirawikan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “masa antara suatu ibadah umroh dan umroh lainnya, adalah masa kaffarah (penghapus) bagi dosa dan kesalahan yang terjadi diantara kedua-duanya. Sedangkan haji yang mabrur tidak ada ganjarannya kecuali surge.” (HR Bukhari dan Muslim).[7]
Bukhari dan Muslim juga merawikan dari Abu Hurairh, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “Barang siapa melaksanakan ibadah Haji seraya menjauhkan diri dari rafats dan fusuq maka ia kembali setelah itu (dalam keadaan suci bersih) seperti pada hari ketika dilahirkan oleh ibunya.”
d.      Wajib haji ada tujuh, yaitu:
1.  Ihram, yang dimulai dari miqat (tempat yang ditentukan dan masa tertentu). Ketentuan masa ihram yaitu dari awal bulan syawal sampai terbit fajar bulan haji (tanggal 10 bulan haji). Adapun ketentuan ketentuan tempat ihram, yaitu:
1)      Makkah, orang yang berada di Makkah miqat ihramnya mulai dari rumahnya.
2)      Juhfah, bagi orang yang datang dari daerah Syam, Mesir, Maroko, dan negeri yang sejajar dengannya.
3)      Yalamam, menjadi batasan ihram bagi jama’ah haji yang datang dari Yaman, India, dan Indonesia.
4)      Dzul hulaifah, yaitu miqat bagi orang yang datang dari Madinah dan negeri yang sejajar dengan Madinah.
5)      Qarnu, yaitu miqat bagi orang yang datang dari sebelah Nadjil Yaman, dan Nidjil Hijaz.
6)      Dzatu ‘irqin. Miqat ini bagi orang yang datang dari Iraq dan Negara yang sejajar.
7)      Bagi orang yang negerinya berada diantara Makkah dan miqat-miqat tersebut, maka miqat bagi mereka adalah negerinya masing-masing.
2.      Muzdalifah
Sesudah tengah malam, di malam hari raya haji sesudah hadir di padang arofah, maka apabila ia berjalan dari muzdalifah tengah malam itu wajib membayar denda.
3.      Melontar Jumroh Akobah pada Hari Raya Haji
4.      Melontar Tiga Jumroh antara tanggal 11-13 bulan haji dengan tujuh batu kecil sesudah tergelincir matahari setiap jumroh pertama, kedua, dan ketiga.
5.      Bermalam di Mina sesuai dengan perbuatan Rasulullah ketika beliau masih hidup.
6.      Towaf Wada’ waktu akan meninggalkan Makkah, namun dilarang bagi wanita yang sedang haid.
7.      Menjauhkan diri dari segala larangan yang di haramkan.
B.     SUNNAH HAJI
a.      Cara menngerjakan haji dan umroh ada 3 yaitu :
1.      Ifrad
Mengerjakan ibadah haji terlebih dahulu baru mengerjakan umroh.
2.      Tamatu’
Mendahulukan umroh dan mengakhirkan haji di dalam waktu pelaksanaan haji.

·          Mengerjakan umroh dan haji secara bersama.
·         Membaca Talbiayah dengan suara keras kecuali perempuan, cukup terdengar dengan telinga sendiri disunahkan selama dalam ikhrom sampai melontar jumroh akobah pada hari raya
·         Berdoa sesudah membaca talbiyah .
·         Membaca dzikir suatu thawaf.
·         Sembahyang dua rakaat sesudah thawaf.
·         Masuk ke ka’bah.
b.      Larangan Haji
v  Memakai pakaian yang berjahit baik jahitan biasa, sulaman, ataupun diikat. Jika pun boleh harus membayar denda
v  Menutup kepala, jika boleh mesti membayar denda.
v  Menutup muka dan kedua telapak tangan bagi wanita kecuali karna hajat namun wajib membayar fidiyah.
v  Memakai harum-haruman pada waktu ikhrom.
v  Mencukur rambut atau bulu ditubuh serta memakai minyak rambut.
v  Memotong kuku.
v  Melakukan akad nikah.
v  Dilarang melakukan bersetubuh karena dapat memfasidkan serta membatalkan umroh dan haji.
v  Membunuh binatang liar dan halal dimakan.

c.       Penghalalan beberapa larangan
1.      Melontar jumroh akobah pada hari raya.
2.      Bercukur atau bergunting.
3.      Thawaf yang diiringi dengan sa’i kalau ia belum sa’i sebelum thawaf kudum.
Apabila telah dikerjakan dua hal dari tiga perkara diatas, maka halal baginya beberapa larangan berikut:
1.      Memakai pakaian yang berjahit.
2.      Menutup kepala bagi laki-laki, menutup muka bagi perempuan.
3.      Memotong kuku.
4.      Memakai harum-haruman, memakai minyak rambut dan bercukur.
5.      Membunuh binatang liar.
Bagi yang ketinggalan hadir di Padang Arafah pada waktu yang ditentukan hendaklah ia mengerjakan pekerjaan umroh agar ia keluar dari ihram nya dan ia wajib membayar fidiyah dan mengkodo pada tahun berikutnya. Serta bagi yang meninggalkan salah satu rukun harus segera mengerjakannya jangan sampai masuk waktu rukun selanjutnya agar halal ihram nya.
Tanah haram ialah tanah sekeliling masjidil haram yang telah diberi batas dibeberapa penjuru. Dilarang membunuh binatang ditanah haram maupun memotong dan mencabut tumbuhan bagi orang yang sedang ihram ataupun tidak. Kecuali tumbuhan tersebut kering , dapat menyakiti dan dapat dijadikan obat, atau binatang yang berbahaya.
a.      Jenis Denda
1.      Denda tamatu’ dan qiran yakni orang yang mengerjakan haji dan umroh secara tamatu’ atau qiran wajib membayar denda dengan menyembelih seekor kambing yang sah untuk kurban atau berpuasa 10 hari , 3 hari sewaktu ihram 7 hari sekembalinya ke negerinya.
2.      Denda mengerjakan salah satu dari beberapa larangan. Boleh menyembelih seekor kambing, puasa 3 hari atau bersedekah 3 gantang makanan kepada 6 orang miskin(9,3 liter)
3.      Denda karena bersetubuh , membatalkan haji dan umroh sebelum tahalul pertama yakni menyembelih unta atau sapi atau 7 ekor kambing atau harga unta dibelikan makanan dan dibagikan kepada fakir miskin.
4.      Denda membunuh binatang liar, yaitu menyembelih binatang jinak yang sebanding dengan yang terbunuh atau harga binatang tersebut dibelikan makanan untuk disedekahkan pada fakir miskin ditanah haram.
5.      Denda karena terhambat meneruskan pekerjaan haji ditanah halal maupun ditanah haram maka hendaklah menyembelih seekor kambing dan mencukur rambut dengan niat tahalul.
b.      Rukun Umrah
1.      Ihram serta berniat
2.      Thawaf (berkeliling) ka’bah
3.      Sa’i diantara bukit Shafa dan Marwah
4.      Bercukur atau bergunting sekurang-kurangnya memotong tiga helai rambut.
5.      Menertibkan anatara empat rukun yang tersbut.
c.       Beberapa wajib Umrah
1.      Melaksanakan ihram dari miqot yang sudah ditentukan.
2.      Menjauhkan dari muharrmaat, yaitu pekerjaan atau perbuatan yang dilarang ketika umrah.
Larangan ini sama dengan larangan ketika melaksanakan haji.
d.      Miqot Umrah
1.      Miqot Zamani (batas ketentuan waktu umrah) yaitu tidak terbatas artinya umrah boleh dikerjakan kapan saja, tidak ditentukan oleh bulan dan tanggal.
2.      Miqot Makani (batas ketentuan tempat umrah), batas ketentuan tempat untuk ihram umrah seperti batas pada ihram haji(keterangan terdahulu,kecuali bagi orang yang bermaksud umrah dari mekah,ia harus keluar dari tanah haram ketanah halal, jadi miqot orang-orang yang berada di tanah mekkah adalah tanah halal.
C.  PERSATUAN UMAT
Dengan adanya persatuan dan kesatuan umat, maka akan terbentuk suatu kekuatan persaudaraan dan persamaan serta kemerdekaan. Tanpa adanya persatuan maka akan bagaimanakah jadinya bangsa indonesia ini. Dari sejarah kita dapat menarik pelajaran, perjuangan perlawanan Aceh, Diponogoro, Sultan Agung dan masih banyak lagi yang lain, tidak dapat mengusir penjajah Belanda padahal jumlahnya hanya beberapa saja. Itulah sebabnya maka dengan persatuan itu akan terwujud cita- cita umat dan kehendak masyarakat.
Islam menganjurkan untuk berbuat dan bertindak yang mengarah terhadap  kesatuan umat. Salah satu simbol demi persatuan umat yakni dibangunnya Baitullah oleh Nabi Ibrahim. Dan sampai sekarang menjadi kiblatnya umat Islam seluruh dunia. Kita shalat menghadap kiblat, dan waktu yang tertentu dengan tujuan untuk mencari kerindhoan allah swt. Umat Islam mempunyai tujuan yang satu yakni mendapat rahmat dari allah, mencapai kebaikan didunia dan keselamatan di akhirat.
Kita setiap umat islam tentu sudah tau, bagaimana orang datang dari berbagai negara, yang satu sama lain berbeda, baik latar belakang budaya, sosial, dan adat kebiasaan berwukuf dan shalat berjamaah, itu semua menandakan persatuan umat yang sangat erat dan kuat dari umat seluruh dunia, mereka berpakaian sama warnanya maupun potongannya.
  
DAFTAR PUSTAKA

Masrur, dkk. Pendidikan Agama Islam, Bandung: Epsilon Grup Bandung,1988.


[1] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fikih Praktis, h 377
[2] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fikih Praktis, h 377
[3] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fikih Praktis, h 378
[4] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fikih Praktis, 2000, h 379
[5] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fikih Praktis, 2000, h 380
[6] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fikih Praktis, 2000, h 381
[7]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS